Menuju Nias Indah -
Jakarta - UKI (a hrif="http://www.yaahowu.blogspot.com">www.yaahowu.blogspot.com)
“Tari humõhõ ma’owai ndra tomema....! Hu…!!! Ba hiza le….!”
Seruan klasik itu menggelegar, membahana di seantero ruang aula UKI seperti diserukan ‘pasukan penyambut tamu’ yang ‘dikomandani’ oleh Mardon. Seruan itu menyambut setiap tamu pada acara “Natal Bersama 125 Orang Mahasiswa Bantuan Studi asal Nias yang kuliah di UKI Bersama Tokoh Masyarakat dan Pemerhati Nias di Jakarta” pada tanggal 28 Desember 2005 yang lalu. Acara Natal tersebut sangat khas Nias. Para undangan disambut dengan “Seruan penghormatan” di atas tadi oleh ‘pasukan’ tari perang berpakaian dan bersenjata lengkap. Wanita penyambut tamu memakai baju tradisional dari Gunung Sitoli dan baju fogaele dari Nias Selatan. Sedangkan kelompok pria penerima tamu memakai baju dan perlengkapan tari perang lengkap dengan senjatanya. Mereka membentuk dua barisan bersisian dipintu masuk ruangan.
Acara diawali dengan tarian Fangowai. Seruan “tari humoho tabõrõtai ta bõrõgõ....! Hu...hh! Ba hizale...!” mengawali tarian Fangowai tersebut yang dilanjutkan dengan lagu “Ya’ahowu ma’owai ami tome ma…” yang dibawakan oleh 9 penari wanita dan 10 pria berpakaian adat lengkap. Selanjutnya, diikuti dengan pemberian sekapur sirih kepada undangan. Sebelum ditutup dengan sebuah lagu yang berisikan deskripsi keunikan Pulau Nias seperti keindahan alam, peninggalan bersejarah, dll., sejumlah penari tarian Fangowai melakukan tradisi “orahu.” Serasa sedang berada di Pulau Nias tercinta.
Kata sambutan diberikan oleh beberapa undangan. Diawali dengan laporan ketua Panitia Pengabdian UKI untuk Nias oleh Drs. Kerdid Simbolon [baca: Laporan Panitia Pengabdian UKI untuk Nias]. Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Ikhtiar Ndruru yang mewakili tokoh masyarakat Nias yang hadir malam itu. Kata sambutan yang diberikan, terutama fokus pada sebuah penyadaran akan kondisi Nias kini dengan melakukan pembandingan dengan kondisi Nias sebelum kemerdekaan. Terjadi kemerosotan yang mencakup bidang rohani yang ditandai dengan meningkatnya tindakan kriminalitas, perjudian, hingga perpalingan dari iman Kristen. Juga kemerosotan yang luar biasa dalam bidang ekonomi. Peristiwa tsunami dan gempa dapat dipahami sebagai ‘sinyal’ teguran dari Tuhan sebagai sebuah penyadaran akan kondisi buruk yang ada sekarang.
Kata sambutan berikutnya disampaikan oleh Ama Leo Harita yang mewakili HIMNI. Hal yang sangat menarik adalah ulasan padat berupa refleksi Natal yang disampaikan oleh Bapak SP. Suripati, S.Th., M.Th., yang mewakili Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag. Suripati memulai dengan pergumulan mengenai status. Dengan menyitir status bangsa Israel sebagai umat pilihan (the chosen people), ternyata hal itu tidak hanya menunjuk pada sebuah privilege tetapi sekaligus beban. Status khusus sebagai umat pilihan seringkali menjadi kebanggaan yang berakhir pada sikap lupa diri. Akhirnya, Tuhan menegur dan menghajar melalui berbagai cara. Dan pada saat itu umat Tuhan mulai bertanya, “Mengapa Tuhan?” Di tengah kesulitan hidup itu, Tuhan menjawab “Jangan takut sebab Aku akan menyertai engkau…” (Yesaya 41:10). Ada maksud dibalik peristiwa, tapi biasanya baru diketahui kemudian. Ada maksud khusus dari Tuhan dengan orang-orang di Nias. Karena itu mari merenungkan kembali posisi kita di hadapan Tuhan dan sesama manusia.
Mewakili Rektor UKI yang berhalangan hadir karena ada acara mendadak di tempat lain, Prof. Richard Sahulata sebagai Purek III memberikan beberapa wejangan penting sekaligus menegaskan komitmen UKI untuk memperlengkapi 125 mahasiswa asal Pulau Nias tersebut agar dalam 10-15 tahun ke depan dapat ‘berguna’ untuk memajukan Nias. Prof. Richard Sahulata juga menegaskan akan adanya program khusus untuk membina 125 mahasiswa tersebut dengan pembekalan-pembekalan yang operatif sesuai dengan bidang mereka. Juga usulan pembentukan wahana kreasi seni budaya mahasiswa untuk mengakomodasi potensi budaya seluruh mahasiswa UKI. Rupanya apa yang dipertunjukkan oleh 125 mahasiswa tersebut benar-benar menjadi inspirasi bagi pihak rektorat UKI.
Selanjutnya diselingi dengan vocal solo “Tuhan Pulihkan Niasku” yang ditulis dan dinyanyikan oleh Romantias Dachi yang berisi refleksi dan ajakan untuk merenungkan segala yang terjadi akhir-akhir ini. Sangat menyentuh dan hal itu sangat terasa pada baris akhir lagu itu yang berupa penyerahan dan permohonan kepada Tuhan, “Tuhan, pulihkan Niasku.”
Oratorium dibacakan oleh Ketua Pengabdian UKI untuk Nias, Bapak Bismark Sartono, SE., MM [Baca: Refleksi Natal]. Pembacaan oratorium ini sangat mengharukan dan membuat setiap orang diingatkan dan ‘dipaksa’ untuk merenung dan memikirkan kembali keadaan Nias kini kemudian melakukan sesuatu.
Setelah diselingi dengan acara makan malam bersama, acara dilanjutkan dengan apa yang menjadi acara puncak yaitu atraksi budaya dalam lakon kombinasi antara atraksi seni tari, drama singkat mengenai kondisi Nias sebelum dan sesudah gempa dan drama natal. Atraksi dimulai dengan tari baluse/faluaya (tari perang) yang dipimpin oleh Toni Wau.
Bagian yang sangat menegangkan dari tari baluse/faluaya ini adalah atraksi famanu, yaitu atraksi perang tanding satu lawan satu yang mempertunjukkan keahlian dan kejelian memainkan senjata untuk melumpuhkan lawan. Sebuah sisi lain dari keberanian, satu lawan satu, bukan main keroyok. Atraksi ini benar-benar menarik dan sekaligus menegangkan karena melibatkan permainan senjata tombak dan pedang. Beberapa penonton merasa tegang menyaksikannya.
Kemudian disusul dengan sebuah tarian dari Idanõ Gawo yang berisikan pesan-pesan seperti doa, kesetiaan, loyalitas dan syukur atas pemeliharaan Tuhan hingga saat ini.
Atraksi khas lainnya yang sama menegangkannya dengan atraksi faluaya adalah atraksi unjuk ketangguhan, yaitu fahombo (lompat batu). Atraksi ini melibatkan 4 orang mahasiswa yang dengan mudah melompati duplikat hombo batu yang dibuat dari papan, dimana masing-masing melakukan sekitar 5 lompatan. Selain menegangkan, pesan utama dari atraksi lompat batu itu adalah kombinasi kekuatan, ketangguhan, keberanian, keuletan dan keindahan sebagai unsur-unsur yang melekat dalam perjuangan untuk hidup mengadapi tantangan.
Bagian yang sangat menyentuh dan menyebabkan air mata menetes adalah ketika drama drama ketika tsunami dan gempa dahsyat itu menimpa Nias. Nias yang damai dan tenang tiba-tiba dibalut ketakutan, histeria, kebingungan dan kegentingan hidup yang bercampur baur tanpa arah. Semua berakhir pada kehancuran, kematian, erang kesakitan, dan ketidakberdayaan. Tidak ada yang dapat dipertahankan. Dalam sekejap keceriaan digantikan oleh teriakan ketakutan, tangisan bertalu-talu berharap akan sebuah kemurahan. Kematian dan kehancuran di mana-mana. Sangat memilukan. Menyedihkan.
125 mahasiswa itu dengan sangat baik dan terkesan natural (tidak dibuat-buat) melakoninya, sebab mereka ada di sana waktu kejadian itu dan beberapa di antara mereka keluarganya menjadi korban. Seolah me-replay kembali apa yang terjadi hampir setahun yang lalu. Sangat dramatis. Semuanya dipadu dengan baik dengan berita Natal tahun ini yang bertema “Jangan takut sebab Aku akan menyertai engkau…” Pada bagian ini, kedatangan malaikat kepada gembala-gembala di padang Efrata digantikan dengan datangnya berita sukacita Natal bagi masyarakat Nias yang sedang menderita. Sekaligus merupakan sebuah tantangan untuk kembali kepada Tuhan.
Di tengah adegan menegangkan dan berita kesukaan yang berisi janji penyertaan sebagai berita Natal bagi masyarakat Nias tersebut, tiba-tiba berubah menjadi sebuah suasana penyembahan kepada Tuhan. Secara bersama-sama, mereka menyanyikan lagu “Kemuliaan Bagi Tuhan, di tempat Mahatinggi…” dengan syahdu. Yah, sebuah seruan dan pengingatan bahwa dalam segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, segala sesuatunya biarlah untuk kemuliaan Tuhan dan semuanya berjalan menurut kehendak-Nya.
Pada bagian akhir diisi dengan adegan mengenai peran UKI untuk membantu memulihkan Nias melalui program pendidikan. Kemudian dilanjutkan dengan tantangan untuk mengambil bagian dalam berbuat sesuatu untuk Nias, terutama untuk membantu dan mendukung baik secara material (finansial) maupun secara moril program pendidikan yang sedang dijalani dengan segala keterbatasan oleh 125 mahasiswa asal Nias yang saat ini sedang digembleng di berbagai fakultas di UKI. Pemberian dukungan ini diwujudkan dalam pemberian persembahan ke dalam ‘palungan’ yang disediakan oleh panitia. Hal ini diinspirasikan oleh pemberian yang terbaik oleh orang-orang Majus pada waktu kelahiran Yesus. [baca: Mohon dukungan Anda untuk 125 Mahasiswa asal Nias di UKI].
Seruan klasik itu menggelegar, membahana di seantero ruang aula UKI seperti diserukan ‘pasukan penyambut tamu’ yang ‘dikomandani’ oleh Mardon. Seruan itu menyambut setiap tamu pada acara “Natal Bersama 125 Orang Mahasiswa Bantuan Studi asal Nias yang kuliah di UKI Bersama Tokoh Masyarakat dan Pemerhati Nias di Jakarta” pada tanggal 28 Desember 2005 yang lalu. Acara Natal tersebut sangat khas Nias. Para undangan disambut dengan “Seruan penghormatan” di atas tadi oleh ‘pasukan’ tari perang berpakaian dan bersenjata lengkap. Wanita penyambut tamu memakai baju tradisional dari Gunung Sitoli dan baju fogaele dari Nias Selatan. Sedangkan kelompok pria penerima tamu memakai baju dan perlengkapan tari perang lengkap dengan senjatanya. Mereka membentuk dua barisan bersisian dipintu masuk ruangan.
Acara diawali dengan tarian Fangowai. Seruan “tari humoho tabõrõtai ta bõrõgõ....! Hu...hh! Ba hizale...!” mengawali tarian Fangowai tersebut yang dilanjutkan dengan lagu “Ya’ahowu ma’owai ami tome ma…” yang dibawakan oleh 9 penari wanita dan 10 pria berpakaian adat lengkap. Selanjutnya, diikuti dengan pemberian sekapur sirih kepada undangan. Sebelum ditutup dengan sebuah lagu yang berisikan deskripsi keunikan Pulau Nias seperti keindahan alam, peninggalan bersejarah, dll., sejumlah penari tarian Fangowai melakukan tradisi “orahu.” Serasa sedang berada di Pulau Nias tercinta.
Kata sambutan diberikan oleh beberapa undangan. Diawali dengan laporan ketua Panitia Pengabdian UKI untuk Nias oleh Drs. Kerdid Simbolon [baca: Laporan Panitia Pengabdian UKI untuk Nias]. Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Ikhtiar Ndruru yang mewakili tokoh masyarakat Nias yang hadir malam itu. Kata sambutan yang diberikan, terutama fokus pada sebuah penyadaran akan kondisi Nias kini dengan melakukan pembandingan dengan kondisi Nias sebelum kemerdekaan. Terjadi kemerosotan yang mencakup bidang rohani yang ditandai dengan meningkatnya tindakan kriminalitas, perjudian, hingga perpalingan dari iman Kristen. Juga kemerosotan yang luar biasa dalam bidang ekonomi. Peristiwa tsunami dan gempa dapat dipahami sebagai ‘sinyal’ teguran dari Tuhan sebagai sebuah penyadaran akan kondisi buruk yang ada sekarang.
Kata sambutan berikutnya disampaikan oleh Ama Leo Harita yang mewakili HIMNI. Hal yang sangat menarik adalah ulasan padat berupa refleksi Natal yang disampaikan oleh Bapak SP. Suripati, S.Th., M.Th., yang mewakili Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag. Suripati memulai dengan pergumulan mengenai status. Dengan menyitir status bangsa Israel sebagai umat pilihan (the chosen people), ternyata hal itu tidak hanya menunjuk pada sebuah privilege tetapi sekaligus beban. Status khusus sebagai umat pilihan seringkali menjadi kebanggaan yang berakhir pada sikap lupa diri. Akhirnya, Tuhan menegur dan menghajar melalui berbagai cara. Dan pada saat itu umat Tuhan mulai bertanya, “Mengapa Tuhan?” Di tengah kesulitan hidup itu, Tuhan menjawab “Jangan takut sebab Aku akan menyertai engkau…” (Yesaya 41:10). Ada maksud dibalik peristiwa, tapi biasanya baru diketahui kemudian. Ada maksud khusus dari Tuhan dengan orang-orang di Nias. Karena itu mari merenungkan kembali posisi kita di hadapan Tuhan dan sesama manusia.
Mewakili Rektor UKI yang berhalangan hadir karena ada acara mendadak di tempat lain, Prof. Richard Sahulata sebagai Purek III memberikan beberapa wejangan penting sekaligus menegaskan komitmen UKI untuk memperlengkapi 125 mahasiswa asal Pulau Nias tersebut agar dalam 10-15 tahun ke depan dapat ‘berguna’ untuk memajukan Nias. Prof. Richard Sahulata juga menegaskan akan adanya program khusus untuk membina 125 mahasiswa tersebut dengan pembekalan-pembekalan yang operatif sesuai dengan bidang mereka. Juga usulan pembentukan wahana kreasi seni budaya mahasiswa untuk mengakomodasi potensi budaya seluruh mahasiswa UKI. Rupanya apa yang dipertunjukkan oleh 125 mahasiswa tersebut benar-benar menjadi inspirasi bagi pihak rektorat UKI.
Selanjutnya diselingi dengan vocal solo “Tuhan Pulihkan Niasku” yang ditulis dan dinyanyikan oleh Romantias Dachi yang berisi refleksi dan ajakan untuk merenungkan segala yang terjadi akhir-akhir ini. Sangat menyentuh dan hal itu sangat terasa pada baris akhir lagu itu yang berupa penyerahan dan permohonan kepada Tuhan, “Tuhan, pulihkan Niasku.”
Oratorium dibacakan oleh Ketua Pengabdian UKI untuk Nias, Bapak Bismark Sartono, SE., MM [Baca: Refleksi Natal]. Pembacaan oratorium ini sangat mengharukan dan membuat setiap orang diingatkan dan ‘dipaksa’ untuk merenung dan memikirkan kembali keadaan Nias kini kemudian melakukan sesuatu.
Setelah diselingi dengan acara makan malam bersama, acara dilanjutkan dengan apa yang menjadi acara puncak yaitu atraksi budaya dalam lakon kombinasi antara atraksi seni tari, drama singkat mengenai kondisi Nias sebelum dan sesudah gempa dan drama natal. Atraksi dimulai dengan tari baluse/faluaya (tari perang) yang dipimpin oleh Toni Wau.
Bagian yang sangat menegangkan dari tari baluse/faluaya ini adalah atraksi famanu, yaitu atraksi perang tanding satu lawan satu yang mempertunjukkan keahlian dan kejelian memainkan senjata untuk melumpuhkan lawan. Sebuah sisi lain dari keberanian, satu lawan satu, bukan main keroyok. Atraksi ini benar-benar menarik dan sekaligus menegangkan karena melibatkan permainan senjata tombak dan pedang. Beberapa penonton merasa tegang menyaksikannya.
Kemudian disusul dengan sebuah tarian dari Idanõ Gawo yang berisikan pesan-pesan seperti doa, kesetiaan, loyalitas dan syukur atas pemeliharaan Tuhan hingga saat ini.
Atraksi khas lainnya yang sama menegangkannya dengan atraksi faluaya adalah atraksi unjuk ketangguhan, yaitu fahombo (lompat batu). Atraksi ini melibatkan 4 orang mahasiswa yang dengan mudah melompati duplikat hombo batu yang dibuat dari papan, dimana masing-masing melakukan sekitar 5 lompatan. Selain menegangkan, pesan utama dari atraksi lompat batu itu adalah kombinasi kekuatan, ketangguhan, keberanian, keuletan dan keindahan sebagai unsur-unsur yang melekat dalam perjuangan untuk hidup mengadapi tantangan.
Bagian yang sangat menyentuh dan menyebabkan air mata menetes adalah ketika drama drama ketika tsunami dan gempa dahsyat itu menimpa Nias. Nias yang damai dan tenang tiba-tiba dibalut ketakutan, histeria, kebingungan dan kegentingan hidup yang bercampur baur tanpa arah. Semua berakhir pada kehancuran, kematian, erang kesakitan, dan ketidakberdayaan. Tidak ada yang dapat dipertahankan. Dalam sekejap keceriaan digantikan oleh teriakan ketakutan, tangisan bertalu-talu berharap akan sebuah kemurahan. Kematian dan kehancuran di mana-mana. Sangat memilukan. Menyedihkan.
125 mahasiswa itu dengan sangat baik dan terkesan natural (tidak dibuat-buat) melakoninya, sebab mereka ada di sana waktu kejadian itu dan beberapa di antara mereka keluarganya menjadi korban. Seolah me-replay kembali apa yang terjadi hampir setahun yang lalu. Sangat dramatis. Semuanya dipadu dengan baik dengan berita Natal tahun ini yang bertema “Jangan takut sebab Aku akan menyertai engkau…” Pada bagian ini, kedatangan malaikat kepada gembala-gembala di padang Efrata digantikan dengan datangnya berita sukacita Natal bagi masyarakat Nias yang sedang menderita. Sekaligus merupakan sebuah tantangan untuk kembali kepada Tuhan.
Di tengah adegan menegangkan dan berita kesukaan yang berisi janji penyertaan sebagai berita Natal bagi masyarakat Nias tersebut, tiba-tiba berubah menjadi sebuah suasana penyembahan kepada Tuhan. Secara bersama-sama, mereka menyanyikan lagu “Kemuliaan Bagi Tuhan, di tempat Mahatinggi…” dengan syahdu. Yah, sebuah seruan dan pengingatan bahwa dalam segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, segala sesuatunya biarlah untuk kemuliaan Tuhan dan semuanya berjalan menurut kehendak-Nya.
Pada bagian akhir diisi dengan adegan mengenai peran UKI untuk membantu memulihkan Nias melalui program pendidikan. Kemudian dilanjutkan dengan tantangan untuk mengambil bagian dalam berbuat sesuatu untuk Nias, terutama untuk membantu dan mendukung baik secara material (finansial) maupun secara moril program pendidikan yang sedang dijalani dengan segala keterbatasan oleh 125 mahasiswa asal Nias yang saat ini sedang digembleng di berbagai fakultas di UKI. Pemberian dukungan ini diwujudkan dalam pemberian persembahan ke dalam ‘palungan’ yang disediakan oleh panitia. Hal ini diinspirasikan oleh pemberian yang terbaik oleh orang-orang Majus pada waktu kelahiran Yesus. [baca: Mohon dukungan Anda untuk 125 Mahasiswa asal Nias di UKI].
Acara yang berlangsung sekitar 3,5 jam ini menjadi ajang untuk menunjukkan yang terbaik dari apa yang dimiliki oleh 125 pemuda/I Nias yang sedang kuliah di UKI. Juga menjadi ajang melepas kerinduan yang tak tersalurkan karena tidak bisa bertemu dengan keluarga pada hari Natal dan tahun baru kali ini. Mereka sangat bergembira dan menikmati acara ini. Ekpresi yang paling seru adalah dalam bentuk “Maena” massal yang benar-benar meriah.
Mungkin karena kurangnya publikasi atau koordinasi, acara yang sebenarnya mengharapkan kedatangan tokoh-tokoh masyarakat Nias, ternyata dihadiri oleh sedikit undangan. Sebagian besar yang hadir dalam acara itu adalah mahasiswa asal Nias tersebut dan mahasiswa UKI lainnya. Beberapa undangan penting seperti TB Silalahi, Rektor UKI, penyanyi Rita Butar-Butar, serta MetroTv tidak hadir dalam acara ini.
Selain keluarga mahasiswa, beberapa tokoh yang hadir pada acara tersebut adalah SP Suripati, S. Th, M. Th yang mewakili Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag, Prof. Richard Sahulata (Purek III) yang mewakili Rektor UKI, Prof. WBP Simanjuntak, Ph. D. (Dekan FKIP UKI), rombongan donatur dari Korea yang dipimpin oleh Pdt. Kim Yang. Dari pihak masyarakat Nias sendiri dihadiri oleh Ikhtiar Ndruru, Bastian Gea (Gereja AMIN), Ama Leo Harita (HIMNI) dan Ir. Martin Lase (dosen UKI).
KM Nias Indah
Satu hal yang sangat menarik dan mungkin tidak terlalu mendapat perhatian adalah tata panggung yang dibuat sedemikian rupa mencirikan keunikan Nias sebagai daerah berbukit dengan lautnya yang indah. Dengan penataan yang sangat baik, dengan mudah mengingatkan kita akan pemandangan ketika memandang Nias dari atas kapal yang mulai merapat ke daratan Nias di Pelabuhan Angin Gunung Sitoli. Uniknya, latar yang sama ternyata ‘nyambung’ untuk menjadi latar untuk peristiwa Natal yang menggambarkan kondisi geografis wilayah dimana Yesus lahir dan melayani.
Nah, di atas permukaan laut tersebut ditempelkan/dilukiskan sebuah 'kapal' yang sedang berlayar di tengah gelombang tiada henti. Dan kapal itu bernama “KM. Nias Indah.” Kapal itu sedang mengarah ke darat untuk berlabuh. Sebuah penggambaran penuh makna. Nama kapal yang sedang mengarah untuk berlabuh di daratan Nias tersebut memberikan pesan penting pada apa yang menjadi tujuan, harapan dan bagaimana setiap kita, masyarakat Nias berjuang bersama mengarahkan segenap hati dan pikiran untuk menuju atau menciptakan Nias yang ‘Indah.’ Bukan hanya dalam keindahan alamnya yang tertata dan terpelihara tanpa eksploitasi, tetapi juga keindahan dalam lakon hidup sebagai perwujudan komitmen untuk mewujudkan Nias baru yang teguh, kokoh, beriman dan molakhõmi sebagaimana hal itu telah menjadi bagian yang melekat dari prinsip, semangat dan motivasi dan nilai-nilai luhur kehidupan yang diturunkan turun temurun oleh nenek moyang kita.
Bersama kapal kehidupan itu, masih ada harapan untuk Nias. Aoha Noro Ni lului Wahea, aoha noro nilului waoso. Dan hanya melalui kitalah, Tuhan akan menjawab lagu “Tuhan pulihkan Niasku.” Aku, engkau, dia dan kita semua. Bukan orang lain. “Tari humõhõ sõkhi na hasara dõdõ...! Hu..uuhh..! Ba hiza le...! Demikian seluruh rangkaian acara ditutup. (en)
Mungkin karena kurangnya publikasi atau koordinasi, acara yang sebenarnya mengharapkan kedatangan tokoh-tokoh masyarakat Nias, ternyata dihadiri oleh sedikit undangan. Sebagian besar yang hadir dalam acara itu adalah mahasiswa asal Nias tersebut dan mahasiswa UKI lainnya. Beberapa undangan penting seperti TB Silalahi, Rektor UKI, penyanyi Rita Butar-Butar, serta MetroTv tidak hadir dalam acara ini.
Selain keluarga mahasiswa, beberapa tokoh yang hadir pada acara tersebut adalah SP Suripati, S. Th, M. Th yang mewakili Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag, Prof. Richard Sahulata (Purek III) yang mewakili Rektor UKI, Prof. WBP Simanjuntak, Ph. D. (Dekan FKIP UKI), rombongan donatur dari Korea yang dipimpin oleh Pdt. Kim Yang. Dari pihak masyarakat Nias sendiri dihadiri oleh Ikhtiar Ndruru, Bastian Gea (Gereja AMIN), Ama Leo Harita (HIMNI) dan Ir. Martin Lase (dosen UKI).
KM Nias Indah
Satu hal yang sangat menarik dan mungkin tidak terlalu mendapat perhatian adalah tata panggung yang dibuat sedemikian rupa mencirikan keunikan Nias sebagai daerah berbukit dengan lautnya yang indah. Dengan penataan yang sangat baik, dengan mudah mengingatkan kita akan pemandangan ketika memandang Nias dari atas kapal yang mulai merapat ke daratan Nias di Pelabuhan Angin Gunung Sitoli. Uniknya, latar yang sama ternyata ‘nyambung’ untuk menjadi latar untuk peristiwa Natal yang menggambarkan kondisi geografis wilayah dimana Yesus lahir dan melayani.
Nah, di atas permukaan laut tersebut ditempelkan/dilukiskan sebuah 'kapal' yang sedang berlayar di tengah gelombang tiada henti. Dan kapal itu bernama “KM. Nias Indah.” Kapal itu sedang mengarah ke darat untuk berlabuh. Sebuah penggambaran penuh makna. Nama kapal yang sedang mengarah untuk berlabuh di daratan Nias tersebut memberikan pesan penting pada apa yang menjadi tujuan, harapan dan bagaimana setiap kita, masyarakat Nias berjuang bersama mengarahkan segenap hati dan pikiran untuk menuju atau menciptakan Nias yang ‘Indah.’ Bukan hanya dalam keindahan alamnya yang tertata dan terpelihara tanpa eksploitasi, tetapi juga keindahan dalam lakon hidup sebagai perwujudan komitmen untuk mewujudkan Nias baru yang teguh, kokoh, beriman dan molakhõmi sebagaimana hal itu telah menjadi bagian yang melekat dari prinsip, semangat dan motivasi dan nilai-nilai luhur kehidupan yang diturunkan turun temurun oleh nenek moyang kita.
Bersama kapal kehidupan itu, masih ada harapan untuk Nias. Aoha Noro Ni lului Wahea, aoha noro nilului waoso. Dan hanya melalui kitalah, Tuhan akan menjawab lagu “Tuhan pulihkan Niasku.” Aku, engkau, dia dan kita semua. Bukan orang lain. “Tari humõhõ sõkhi na hasara dõdõ...! Hu..uuhh..! Ba hiza le...! Demikian seluruh rangkaian acara ditutup. (en)
Title : Menuju Nias Indah ► SEOer Mendem ►
URL : https://mixed-corner.blogspot.com/2006/01/menuju-nias-indah_2.html
Jangan lupa untuk membagikan artikel Menuju Nias Indah ini jika bermanfaat bagi sobat.
0 komentar | add komentar
Post a Comment